HIDUP UNTUK BEKERJA, ATAU BEKERJA UNTUK HIDUP?

-
HIDUP UNTUK BEKERJA, ATAU BEKERJA UNTUK HIDUP?

Ada satu pertanyaan yang mengusik ketika saya mengikuti salah satu diskusi dalam forum Quora yaitu tentang kenapa kebanyakan orang sudah merasa puas hanya dengan ia bekerja dari pagi sampai malam atau dari malam sampai pagi, menjalani rutinitas sebagai pekerja yang menghabiskan sebagian besar waktu mudanya untuk mendapatkan gaji, saja.

Padahal kalo dipikir lagi, harusnya tiap orang itu punya mimpi dan cita-citanya masing-masing, punya target yang harus ia capai dalam kurun waktu tertentu. Misalnya pengen jadi orang kaya, punya perusahaan gede, sukses berkarir, bisa bahagiain orangtua. Atau juga kepengen bikin sesuatu yang bisa “mengubah dunia”, jadi orang yang bermanfaat buat orang lain, bisa ngebantu nyelesein masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat, atau sekedar berbagi apapun yang bisa nyenengin orang lain.

Manusia itu punya satu sifat dasar yaitu pemimpi.

Ada nih orang yang bisanya cuman bermimpi, punya angan-angan besar, pengen ini dan itu tapi nggak pernah ada action buat wujudin mimpinya itu. Yang agak mendingan dikit ada juga. Kayak kebanyakan temen-temen kita atau bahkan diri kita sendiri mungkin (ambil kaca) yang punya segudang impian, tapi sayangnya impian itu ya standart-standart aja. Paling mentok sebelas dua belas sama sebelah.

Indonesia itu budayanya masih budaya kawakan, jaman dulu yang belum bisa move on. Soal impian apalagi, masih kebawa sama budaya dan tradisi yang kentel menyebar di masyarakat. Masih harus manut sama apa kata orang tua, yang kita kalo udah lulus sekolah harus kerja kantoran lah, harus jadi pns lah, cari kerja yang gajinya gede lah, juga cari kerja yang dapet pensiunan.

Kenapa masih kayak begitu? Salah satu alasannya karena dari kecil kita dididik dengan sistem pendidikan Indonesia yang menyesatkan. Betul?

Masih inget nggak dulu jaman masih TK atau SD selalu ditanya “kalo udah gede mau jadi apa?” dan kamu punya jawaban apa? Dokter? Guru? Pilot? Atau masinis? Nggak cuman diajarin untuk patuh sama aturan “didikte”, menggambar pemandangan dengan pola yang itu-itu aja, juga pelajaran mengarang yang dibatasi dengan aturan-aturan tertentu. Tapi imaginasi akan mimpi sama cita-cita juga dibatasin.

Satu hal yang harus dirubah, mindset soal bagaimana menjadi pemimpi yang nggak cuman bisa bermimpi doang, juga bagaimana harus berani punya mimpi besar dan beda sama mimpi-mimpi kebanyakan orang.

 

Kayak kata banyakan orang, punya mimpi gede itu satu keharusan. Diatas langit masih ada langit lagi, nah itu cita-cita harus setinggi gitu, kalo bisa malah lebih. Kalo punya mimpi gede, cita-cita yang tinggi, harusnya kita akan terdorong buat selalu mencapai apa yang jadi goalnya kita. Nggak cuman cita-cita standar yang goalnya cuman karena nurutin apa kata orangtua. Malah bisa jadi lho, mimpi besar yang jadi kenyataan itu nggak cuman bawa pendapatan yang lumayan tapi juga punya impact yang besar buat orang lain. Siapa tau!

Nggak usah takut bermimpi sih. Wong mimpi itu nggak bayar kok, ngapain takut bermimpi. Ya nggak? Kecuali kamu udah hilang akal alias nggak waras sih boleh aja nggak punya mimpi. Tapi perlu diinget, mimpi aja nggak cukup. Harus ada usaha buat realisasiin biar bisa jadi karya nyata, syukur-syukur bisa jadi manfaat buat banyak orang.

sumber:www.ziliun.com

Komentar